• Van de Geografi

    Yang sudah (terlanjur) nyata masih dilingkungi samudera kemungkinan (baru). Dan Muncullah berulangkali dari samudera itu gugusan-gugusan pulau baru (Ernest Bloch, der Geinst der Utopie, Daz Princip Hoffnung).

  • Sang Pembelajar

    Akan tiba pada suatu masa, anak keturunan kita akan terheran-heran mengetahui kita tidak mampu melihat apa yang bagi mereka nampak begitu jelas (Dalam Kosmos, Carl Sagan).

  • Manusia Adalah Insan Peradaban

    Raga akan menua, itu adalah keniscayaan. Namun fikiran harus tetap terjaga dan berkarya, untuk menumbuhkan jiwa-jiwa muda dalam setiap rambut putih usia kita..

  • Mindset

    Pekerjaan yang paling sulit di dunia ini adalah berfikir.

  • Balancing

    Hamemayu Hayuning Bawono, Rahayuning Bawono Kapurbo Waskitaning Manungso.

Bersahut Ide Bersama Guru Geografi Hebat : Terimakasih LP4TK, Pelatihannya Lagi Dongg ?

Oleh : Paklek Umar Bakrie

Transfer of knowledge dalam dimensi pendidikan yang terus dikembangkan ke tataran scoop construct of knowledge, mengharuskan setiap insan pendidik berlomba dengan dirinya sendiri, dimensi waktu, dan dimensi teknologi, berinovasi dengan segala potensi yang dimilikinya agar mampu bersinergi lengkap menumbuhkan pembelajaran bermakna, aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan bagi peserta didik.

😐 : Sampeyan ki ngomong opo to Paklek, mumet Tholee? 😐😐
😃 : Tenang lhee, ojo mumet dhisik, ndak jadi mumet bareng-bareng nanti. Maksude, kita, sebagai insan pembelajar, harus senantiasa belajar dan mengembangkan diri, agar bisa memberikan warna dan makna dalam pendidikan yang bermuara pada kehidupan 😃😃
😐 : Oalahh, mbok bilang dari tadi Paklek, kalau itu, Tholee setuju 😐😐

Awal bulan Mei 2021, kami, Guru Geografi yang berasal dari berbagai wilayah Nusantara, difasilitasi LP4TK PKn dan IPS, dipertemukan dalam sebuah ruang pelatihan, ruang diskusi, yang membuka wawasan, pengetahuan, pemahaman akan pentingnya pengembangan diri, pembaharuan ide dan gagasan, inovasi tekhnologi pendidikan, pun disematkan wasanan kebangsaan, yang semakin memantapkan kompetensi setiap pendidik dalam mengemban tugas dan amanah yang melekat padanya, dimanapun tempat berkarya. Seperti de javu, dalam konteks kecil tentunya, 33 tahun lalu, medio April 1988, diadakan Semiloka Geografi di IKIP Semarang, yang digagas oleh mendiang I Made Sandy (penggagas, pendiri dan ketua IGI pertama), mengidentifikasi pentingnya geografi dalam pembelajaran dan pentingnya bagaimana cara geografi diajarkan.

😐 : I Made Sandy berarti bisa dikatakan salah satu founding fathers nya geografi Paklek ya? 😐😐
😃:  Iya thoolee, beliau adalah ahli geografi dan Ketua IGI Pertama di Indonesia 😃, bersama para ahli lainnya kala itu, mulai menyemai geografi hingga menjadi seperti saat ini 😃
😐 : Kalau begitu luar biasanya keilmuan dan kontribusi besar I Made Sandy dan ahli lainnya kala itu, mana bisa Paklek de javu dan merasa sama dengan semiloka kala itu, jauuhh banget Paklek? 😐😐
😃 : Iyaa, ini kan cuma perumpamaan momen thoolee bukan ranah keilmuan, guru-guru geografi dari berbagai wilayah Nusantara dipertemukan dalam satu ruang diskusi, gitu lho lhee 😃😃
😐 : Tholee paham Paklek 😐😐

Gambar 1: ruang diskusi zoom meeting
Sumber : dokumentasi penulis

Wadah kami berdiskusi tentang geografi dan pembelajaran adalah secara daring melalui beberapa sesi video conference dibimbing pemateri yang ahli pada setiap bidangnya dengan memanfaatkan zoom meeting dan google meet. Peserta pelatihan diberikan akses ke Learning Management System (LMS) untuk mengakses berbagai materi pelatihan mulai dari pedagogik hingga profesional, disediakan ruang diskusi dalam sistemnya sesuai tema, membuat topik diskusi, berpendapat, saling mengkoreksi, melengkapi, dan menguatkan. Kolaborasi juga menjadi kunci dalam peningkatan kompetensi pendidik, setiap guru dibekali pengetahuan pemanfaatan teknologi dalam mengaplikasikannya secara daring. Ide-ide pembelajaran geografi bermunculan, gagasan inovatif baru mengalir dengan sendirinya, kemampuan literasi digital meningkat beriring kegiatannya.

Gambar 2 : ruang diskusi zoom meeting
Sumber : dokumentasi penulis

Pada sesi berakhirnya Peningkatan Kompetensi Guru ini, dari semua instrumen penilaian pelatihan, terpilihlah 3 Guru Geografi Paling Luar Biasa dari 20 Guru Geografi Hebat Nusantara, ialah beliau : Ibu Whita dari Prabumulih, Bapak Muh. Khamid dari Kalimantan Barat, dan Ibu Novita dari Pulo Aceh. Sangat senang rasanya bisa berdiskusi, menimba ilmu dan berkolaborasi dengan Bapak Ibu Guru Hebat dari seluruh Nusantara. Pak Hiro dari NTT, Pak Erwanto dari Palembang, Ibu Desy dari Tangerang, Ibu Fillyn dari Jawa Barat, Ibu Eka dari Malang, Pak Rusdy dari Semarang, Ibu Nurjannah dari Lampung, Pak Supriyadi dari Banten, Pak Ali Imron dari Tangerang, Ibu Yuyun dari Bengkulu, Pak Maradenta dari Sumatera Utara, Ibu Nining dari Bangkalan, Ibu Sumarni dari Jawa Timur, Ibu Pande dari Bali, Pak Firmansyah dari Jambi, Pak Muharisnan dari Sumatera Selatan, terimakasih Bapak Ibuk semuanya, telah banyak berbagi, memberikan pengalaman dan ilmunya dalam pelatihan ini, semoga berkesempatan tetap dapat menimba ilmu dari Bapak Ibu Guru Hebat semuanya, dan berkesempatan berkolaborasi dalam pembelajaran suatu waktu nanti.

Salam Geografi, Tetap Membumi.

 

Share:

Urban Sprawl di Surganya Angkringan, Kasultanan Yogyakarta

 Oleh : Paklek Umar Bakri

Setelah sekian purnama tidak menulis di blog ini semenjak terakhir kali menulis tentang romantise butiran hujan yang jatuh bertubi-tubi menerpa bumi dengan ikhlasnya, akhirnya paklek menulis lagi.

😐 : Masih pagi Paklek, mbokya dongengnya jangan mendayu-dayu gitu, membuat rasaku semakin galau aja karena si dia 😐😐
😃 : Nggak mendayu thole, kamu aja yang baperan,  mungkin kamu kebanyakan makan odadingnya mang oleh, jadi agak-agak geser setengah 😃😃

Pertumbuhan kota begitu pesat, lihat saja kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, Yogyakarta yang begitu kental dengan Jangka Jayabaya nya, Medan dengan Horas nya, atau juga Makasar dengan Ewako nya. Luas wilayah selalu tetap, namun pertumbuhan penduduk semakin meningkat. Apa dampak logisnya? Iya, urban sprawl (pemekaran kota) akan terjadi. Ketika daya tampung sebuah kota mendekati atau bahkan melampaui daya dukungnya, kota akan berkembang dengan sendirinya, merangkul hinterland nya, dan wilayah urban semakin meluas.

😐 : Lhoh, kota  itu bisa berkembang juga to Paklek? Kirain dari dulu ya kayak gitu aja wilayahnya, ngga ada nambah-nambah kayak gitu 😐😐
😊 : Begitulah Thole, kota itu kayak adonan roti, didiemin aja bisa ngembang sendiri jadi besar, kayak hatimu kalau ketemuan sama si dia 😊😊

Gambar 1. Koridor Yogyakarta-Kulonprogo
Sumber Gambar : www.google.com/maps/search

Mulai terbatasnya lahan terbuka di pusat Kota Yogyakarta sebagai core zone, memaksa kota mengembangkan dirinya ke wilayah hinterland yang masih memiliki non-built area cukup luas. Didukung pembangunan dan pemindahan Bandar Udara Internasional Adisucipto di pusat kota, ke Yogyakarta International Airport di Kulonprogo, turut merubah arah perkembangan kota Yogkakarta ke arah perkembangan baru.

Gambar 2. Pembanguan Bandara YIA di Kulonprogo
Sumber Gambar : Panorama Destination

Kita perhatikan di sepanjang Koridor Yogyakarta-Kulonprogo, wilayah Sedayu, begitu masif pembangunan perumahan di sana, dan akan terus berkembang menuju Wates dan Kulonprogo, untuk memenuhi kebutuhan penduduk terkait shelter (rumah tinggal), yang akumulasi dari shelter itu kita sebut sebagai settlement (permukiman). Arah perkembangan kota (urban sprawl) yang merupakan bagian dari konsep urbanisasi yang baru, dimana urbanisasi tidak hanya diartikan sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota, namun juga merupakan proses "pengkotaan", di wilayah peri urban yang secara perlahan menggeser karakteristik rural ke karakteristik urban, walaupun, secara administratif tidak masuk dalam wilayah kota (city).

😐 : Maksudnya gimana Paklek? Rural, urban, core zone, shelter, settlement ? Bingung bacanya 😐😐
😊 : Justru bagus kalau kamu bingung Lhee, itu artinya kamu berfikir, dan bingung adalah proses awal dari belajar dan mengerti 😊😊

Fenomena ini bisa kita amini sebagai geographyc pattern yang mampu kita baca polanya di lapangan dan analisis terkait urban sprawl sebagai dampak urbanisasi yang kian masif di Yogyakarta. Ketika sebuah kota mencapai titik kulminasi dalam perkembangan fisiknya, akan berpotensi memuncukan persoalan-persoalan baru, baik secara fisik maupun sosial. Apa saja dampak itu? Sabar, sinau ki sithik-sithik, kita bahas ditulisan selanjutnya.
Share:

Dialog sore dengan hujan, mengapa ukuran butir airmu bisa berbeda?

Oleh : Paklek Umar Bakri


Selasa sore 25 Februari 2020 setelah merampungkan tugas pekerjaan yang diamanahkan, saya hendak beranjak pulang, namun urung karena tiba-tiba hujan turun dengan begitu derasnya di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Saya percaya, bahwa tidak ada yang kebetulan dalam setiap peristiwa yang terjadi di sekitar kita, termasuk hujan ini, yang membuat jam pulang dari tempat kerja agak sedikit terlambat dari biasanya. Ada sesuatu yang bisa kita ambil sebagai makna dan pembelajaran yang akan semakin merendahkan hati kita di hadapan Sang Khalik. Setelah beberapa saat menunggu, hujan belum juga reda dan juga masih deras seperti sebelumnya. Saya mengamati setiap butir hujan yang jatuh di depan kantor, sambil menikmati sejuknya angin yang berhembus bercampur air yang membasahi. Semakin saya perhatikan, semakin jelas bahwa ukuran butir air hujan yang jatuh bisa tidak sama. Ada butiran hujan yang ukurannya lebih kecil, namun ada juga butiran hujan yang jatuh dan ukurannya lebih besar dari yang lainnya

😐Kok bisa begitu paklek? Kenapa ukurannya bisa tidak sama? Bukannya air hujan itu jatuh dari tempat yang sama, dari awan yang sama, dan waktu yang sama?
😊 : Betul thole, tapi ada berbagai faktor di perjalanan dari titik hujan itu jatuh dari awan sampai ke permukaan bumi yang membuat ukuran air hujan bisa berbeda, pelan-pelan kita bahas thole 😃😃

Butiran hujan itu memiliki ukuran tertentu ketika jatuh dari pelukan ibunya, dalm hal ini adalah bentukan awan yang sudah jenuh dengan titik air. Sebelum proses ini terjadi, agak mundur ke belakang bahwa titik-titik air di awan itu berasal dari penguapan daratan, tubuh air, pernafasan makhluk hidup (pernafasan manusia, hewan, dan tumbuhan), termasuk juga segala aktivitas yang berpotensi menyebabkan penguapan. Karena sumber penguapannya berbeda-beda, maka butiran uap airnya juga memiliki ukuran yang berbeda pula, dan nanti selanjutya akan terkondendsasi menjadi awan dan bisa menjadi hujan.

Gambar 1. Collision dan Coalescence butir hujan
Sumber Gambar : https://www.shodor.org/os411/courses/411c/module07/unit02/page04.html
Kita perhatikan butiran hujan di atas. Ukuran butir yang "biru tua" lebih besar dari butir hujan yang "biru muda". Butir hujan yang berukuran lebih besar akan memiliki kecepatan yang lebih besar karena masanya untuk jatuh ke bawah. Ketika jatuh, maka butiran hujan ini akan menumbuk atau bertabrakan dengan butiran hujan yang lebih kecil. Proses tumbukan butir hujan ini disebut sebagai collision. Semakin jauh beda tinggi antara awan dengan permukaan bumi, maka akan semakin banyak terjadi kemungkinan collision-nya. Setelah proses tumbukan maka akan berlanjut dengan proses penggabungan. Butir-butir hujan yang saling bertumbukan saat proses jatuh ke permukaan bumi akan berlanjut menjadi penggabungan. Jika kita perhatikan gambar di atas, butir hujan warna "biru tua" semakin ke bawah ukurannya semakin besar, inilah yang disebut sebagai coalescence.


😐Jadi bukan lempeng tektonik saja yang bertumbukan ya peklek? Air hujanpun ternyata juga mengalami proses yang sama.
😊Benar thole...itulah yang kita sebut sebagai collision (tumbukan) dan coallescence (penggabungan),😃😃
😐Ehh,,, tapi sebentar paklek, kan katanya air hujan tadi saling tumbukan dan saling menggabung, dan semakin lama butiran hujan akan semakin besar. Kenapa kok kita ngga pernah lihat ukuran butiran hujan itu sebesar bola paklek, harusnya bisa kan? Jadi bingung ini saya pallek 😐
😊 : Wahh, udah semakin tajam dan kritis ya analisismu leee....yuk kita bahas lagi pelan-pelan ya thole,😃😃


Gambar 2. Pemecahan butiran hujan
Sumber Gambar : Materi Klinik Sains, Departemen Geografi Lingkungan UGM 2020

Butiran hujan memiliki ukuran batas maksimal tertentu dalam pembentukannya. Memang benar bahwa ada proses collision dan coalescence yang akan membuat ukuran butir hujan semakin bertambah besar sebanding dengan banyaknya kedua proses itu terjadi selama masa jatuhnya dari awan sampai ke permukaan bumi. Namun ternyata ada faktor lain yang juga turut bekerja dan mempengaruhi ukuran maksimal butir hujan yang jatuh di permukaan bumi. Kita semua tahu bahwa di laisan atmosfer ada udara. Nahh, faktor udara inilah yang ikut berkontribusi besar dalam ukuran butir air hujan yang jatuh. Coba kita perhatikan gambar pemecahan butir hujan di atas. Ketika awal mulai jatuh, butiran hujan ukurannya sangat kecil, lalu terjadi collision dan coalescence, butir hujan yang sebelumnya berukuran < 2 mm, menjadi > 2 mm. Tumbukan dan penggabungan terus berlangsung hingga butir hujan mendekati ukuran 5 mm. Setelah mencapai ukuran maksimal 5 mm, butiran hujan itu akan "dipecah" oleh hambatan udara menjadi bagian yang lebih kecil kembali. Dan jika kita perhatikan, butiran hujan yang berukuran mendekati 5 mm, bentuknya seperti kacang mete yang pipih di bagian bawahnya. Ini disebabkan karena tekanan udara di bawah butir hujan lebih besar sehingga merubah bentuknya. Selain itu, adanya hambatan udara ini juga mengakibatkan kecepatan air hujan yang jatuh akan menemui kecepatan yang stabil atau disebut sebagai menemui titik terminal velocity.

😐 : Walaupun ada tumbukan dan penggabungan, namun karena ada hambatan udara, butir air hujan bisa memiliki ukuran maksimum ya paklek, pantes kok ngga pernah melihat butir hujan yang sebesar bola basket warna orange yang melegenda itu 😐
😊Begitulah thole...dan kalau diambil hikmahnya, inilah bentuk Kuasa Tuhan. Bayangkan kalau ada butir hujan sebesar bola basket, jatuh dari ketinggian 5000 meter, dengan kecepatan 100 km/jam, dan tepat mengenai kepala kita? Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan tholee..? 😃😃

Share:

Keunikan Susunan Batu Misterius. Mistisisme Nenek Moyang atau Fenomena Alam?

Oleh : Paklek Umar Bakri

Jumat pagi awal Februari, sambil duduk nyeruput teh hangat ditemani suara burung di pohon kelengkeng yang ngga berbuah, disuguhkan berita tentang kenampakan batuan misterius di Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Masyrakat sekitar menyebutnya batu susun rompe, dan banyak simpang siur kabar bahwa ini merupakan bentukan candi, susunan nenek moyang pendahulu kita, sampai dikaitkan dengan keberadaan mistis terkait kemunculannya.

Gambar 1. Blok Batu Rompe di Ciamis Jawa Barat
Sumber Gambar : https://regional.kompas.com/
Gambar 2. Perlapisan Batu Rompe di Ciamis Jawa Barat
Sumber Gambar : https://regional.kompas.com/














😐 : Batu kok bisa kayak berlapis-lapis gitu paklek? Itu disusun manusia atau kenapa?
😊 : Lhaa,memang siapa yang bilang kalau batu ngga ada yang bentuknya bisa lembaran kayak gitu? Batu kan memang tidak selalu segiempat atau bundar tholee, bisa bermacam-macam  😃😃

Batuan ini bukan batuan yang aneh, disebut aneh, karena banyak orang belum terlalu paham darimana asal usulnya saja. Batu susun rompe ini merupakan batuan andesit, dimana terbentuknya karena pembekuan magma. Kalau kita perhatikan sekilas, tidak nampak jelas kristalnya layaknya batu granit yang sama-sama hasil dari pendinginan magma, dan patut diduga batuan ini terbentuk di permukaan bumi dari lelehan lava. Atau mungkin juga bisa terbentuk karena pembekuan magma di dekat permukaan bumi.
Struktur berlapis-lapis yang terlihat, merupakan kekar lembar horizontal. Struktur kekar lembar ini memunculkan kenampakan batuan seakan-akan disusun oleh manusia atau nenek moyang. Ini adalah bentukan alam murni. Dan tidak hanya ada di Ciamis, di daerah lain terutama di Pulau Jawa, banyak kita jumpai kenampakan batuan yang serupa, contoh persebarannya di Gunungapi Tua Bandung Selatan ke arah Batujajar, Gunung Parang di Karangsambung Kebumen, dan Gunung Padang di Kabupaten Cianjur Jawa Barat.
😐 : Di Jawa ternyata banyak paklek ya? apa karena banyak gunung apinya jadi banyak batu-batu yang mirip-mirip kayak gitu paklek?
😊 : Udahh pinterr tholee ya, karena bahan bakunya dari magma dan salah satunya dari gunung api yang banyak tersebar di Pulau Jawa ini  😃😃

Gambar 3. Struktur Kekar Kolom Gunung Padang, Ciamis Jawa Barat
Sumber Gambar : http://geomagz.geologi.esdm.go.id/
Gambar 4. Struktur Kekar Kolom Gunung Batu, Desa Girimukti, Cipongkor, Jawa Barat
Sumber Gambar : http://geomagz.geologi.esdm.go.id/

Kenampakan geologi batuan yang hampir mirip, tak sama namun serupa, adalah strukrut kekar kolom di Gunung Padang dan di Gunung Batu Jawa Barat. Kalau kekar batu rompe di Ciamis tadi adalah kekar lembar, yang horizontal, yang ini adalah kekar kolom vertikal. Proses terbentuknya sama, hasil dari pembekuan intrusi magma dangkal atau pendinginan lava (ekrtrusi magma). Kekar kolom memiliki bentukan segi empat, segi lima, atau yang paling sempuna adalah segi enam, dan biasa disebut struktur kekar sarang lebah. Menurut Spry (1962) kolom-kolom ini terbentuk akibat tekanan saat lava mendingin. Ketika mendingin, terjadi kontraksi dan rekahan. Sekali rekahan ini terbentuk, rekahan akan berkembang dan rekahan tegak lurus dengan arah aliran.
😐 : Jadi ada kembarannya ya paklek, ada struktur kekar lembar dan struktur kekar kolom, dan bukan bangunan candi seperti yang dibicarakan orang-orang ya 😐
😊 : Iya thole, dan sama-sama terbentuk karena pendinginan magma. Terus belajar ya thole, biar makin ngerti kalau ada fenomena yang ada di alam dan jadi  buah bibir di masyarakat 😃😃


Share:

Panasnya Jogja di Musim Penghujan - Bukan Salah Musim kann?

Oleh : Paklek Umar Bakri

Awal Januari kemarin agaknya menjadi penanda rindu sebagian dari kita akan hadirnya hujan - hujan yang deras. Setelah sekian lama bergelut dengan musim kemarau yang panas dan kering, tibalah kita disambut air hujan yang dijatuhkan oleh troposfer kita.
😐 : Paklek, troposfer itu siapa? Temennya Paklek ya? Kok baik banget mau jatuhin air hujan buat kita?
😊 : Bukan Thole, troposfer itu lapisan atmosfer bumi, tempat dimana awan jadi gelap dan jatuh sebagai hujan. Biar ikut membasahi hatimu yang udah basah oleh rasa sakit itu lhoo lee 😃😃
Secara umum, musim penghujan dan kemarau di Indonesia dipengaruhi oleh pergerakan angin muson barat dan timur. Sekarang yang berhembus adalah muson barat yang bergerak dari pasifik melewati Indonesia, dan membawa banyak uap air. Hujan telah menyapa kita, para petani menyambut ini dengan suka cita -- yaa walaupun sebagian saudara kita di beberapa wilayah lain terkena musibah kebanjiran. Tapi yang menarik, setelah hujan deras di awal Januari, tiba-tiba panas terik menyengat kulit kita, ini yang saya rasakan di Kota Jogja. Dari data yang saya dapatkan dari pakdhe budhe BMKG, suhu di Jogja mencapai 32 C, begitu panas dan menyengat beberapa hari terakhir mulai pertengahan Januari ini.
😐 : Trus kenapa itu paklek? Katanya hujan, kok panas? Lama-lama plinplan gini sih cuacanya? yang jelas dong, gimana sih ini yang bener?
😊 : Sabar lee, ini kita bahas pelan-pelan. Kamu kan bisa sabar hadapin dia yang selalu nyakitin kamu, masa sama cuaca yang kayak gini aja ngga sabaran sih 😃😃
Gambar 1. Citra Himawari 17 Januari 2020
Sumber : https://himawari8.nict.go.jp/
Gambar 2. Citra Himawari 18 Januari 2020
Sumber : https://himawari8.nict.go.jp/
Gambar 3. Citra Himawari 19 Januari 2020
Sumber : https://himawari8.nict.go.jp/
Dari citra satelit himawari di atas, dapat kita amati bahwa tutupan awan di Jawa secara umum, termasuk Jogja secara khusus, sangat minim. Artinya bahwa, dengan sedikitnya tutupan awan di Kota Jogja, maka insolasi (incoming solar radiation) yang diterima permukaan bumi menjadi maksimal. Dan itulah yang kita rasakan di Jogja, setiap kita melihat langit, cerah biru bersih tanpa tutupan awan, kalaupun ada, itu terbatas.
BMKG juga menyatakan bahwa ini adalah anomali cuaca, saat ini tengah terjadi monsun break, jeda musim hujan yang tergantikan panas seolah-olah kembali pada musim kemarau. Ada fenomena intrusi angin kering dari Australia ke arah utara melewati Jogja. Jadilah kita merasakan Jogja begitu panas akhir-akhir ini. Tapi anomali ini hanya akan sementara saja, dan akan segera kembali kepada kondisi normalnya.
😐 : Ooohhh, jadi gitu ya paklek, ini anomali cuaca. Ternyata, cuaca bisa tidak menentu ya, bisa berubah-ubah tanpa tanda-tanda.
😊 : Iya thole,,, makanya kita harus siap beradaptasi dengan alam. Kan ada semboyan, how to living harmony with disaster. Serasi kayak hidup dia yang kamu suka dengan pasangannya itu lhoo leee 😃😃

Share:

Longsor Lahan - Faktor Dominan, Pemicu Utama, Variabel Berpengaruh

Dimas Prasetyo Nugroho
SMA Negeri 1 Mlati, Kab. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

Longsor lahan sendiri sebenarnya bukan merupakan sebuah bencana, namun, ketika peristiwa longsor ini bersinggungan dengan manusia, maka termasuklah dalam kategori bencana. Gerakan tanah atau longsor lahan sangat sering terjadi di berbagai daerah Indonesia, terutama pada musim penghujan. Ketika intensitas hujan semakin tinggi, maka potensi jenuh air lahan akan meningkat dan semakin besar. Keadaan inilah yang memicu gerakan tanah terutama pada lahan dengan tingkat kemiringan tinggi. Banyak faktor menjadi penyebab terjadinya gerakan tanah, kombinasi dari kondisi geologis, morfologi lereng, keadaan lahan dan aktivitas manusia merupakan faktor dominan dalam kejadian gerakan tanah/longsor lahan.
Gambar 1. Longsor Lahan
Sumber Gambar: https://petrominer.com
Pemicu utama tanah longsor di Indonesia adalah air hujan (Sulistio , et al). Dapat kita amati bahwa longsor lahan biasanya terjadi dimulai pada permulaan musim hujan. Sejalan dengan yang dihipotesiskan oleh Sulistio, et al, bahwa ketika musim penghujan datang, curah hujan mengalami peningkatan dan membuat tanah cepat jenuh air, beban tanah atau lahan menjadi berat. Air hujan akan masuk mengisi pori-pori tanah dan terakumulasi di dasar lereng, keadaan ini menyebabkan gerakan lateral.
Gambar 2. Mekanika Tanah
Sumber Gambar: http://environment.uwe.ac.uk
Tanah longsor tidak terlepas dari gaya gravitasi. Gaya gravitasi menjadi variabel berpengaruh dalam setiap kejadian longsor. Ketika longsor lahan terjadi, artinya ada gangguan terhadap kesetimbangan gaya penahan (shear strength) dan gaya peluncur (shear stress) yang bekerja pada suatu lahanKetika pada suatu lahan terdapat kondisi dimana gaya peluncurnya lebih besar dari gaya penahannya, maka distulah terjadi gerakan tanah atau longsor lahan.

Sumber Rujukan :

Sulistio, Anton, et al. 2015. Pengembangan sistem pemantauan tanah longsor "cluster". Jurnal. Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG). Yogyakarta.
Share:

Geokimia Gunungapi Indonesia - Kimia air dan Kemunculan Mataair Panas (MAP)

Dimas Prasetyo Nugroho
SMA Negeri 1 Mlati, Kab. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

Tektonisme Indonesia berada pada zona penunjaman (subduction zone) beberapa lempengan aktif kerak bumi, diantaranya adalah lempengan aktif samudera hindia, lempengan aktif benua australia, serta lempengan aktif benua eurasia, termasuk beberapa lempengan aktif kecil lainnya. Keaktifan zona penunjaman antar lempeng ini berimplikasi pada salah satunya yaitu kemunculan vulkan gunungapi. Konsekuensi logis dari adanya gunugapi adalah kemunculan spring (mataair panas) pada tubuh gunungapi tersebut.

MATAAIR PANAS (MAP) SEBAGAI KONSEKUENSI LOGIS

Gunungapi Ciremai, dalam hal ini sebagai salah satu studi kasus geokimia MAP (mataair panas), terletak di Provinsi Jawa Barat. Kemunculan matair panas pada tubuh gunungapi, termasuk di Gunungapi Ciremai, mengindikasikan terdapatnya sekurang-kurangnya tiga (3) elemen penting. Tiga elemen penting yang mampu memunculkan MAP (mataair panas) pada tubuh Gunungapi Ciremai ini (dan seluruh gunungapi yang ada) adalah :
1. Terdapatnya Reservoir
2. Keberadaan Fluida
3. Tersedianya Sumber Panas
Reservoir di sini adalah batuan yang bersifat permeable (dapat ditembus oleh fluida), bisa berupa igneous rock, sedimentary rock, maupun metamorphic rock. Fluida dalam bentuk bisa cairan (air tanah), uap air ataupun gas, yang akan keluar menjadi MAP pada tubuh gunung api, dan juga tersedianya sumber panas dari dalam bumi yang menjadikan fluida tersebut mendapatkan kalor untuk kenaikan suhunya sebagai MAP.
Gambar 1. Diagram Giggenbanch Mataair Panas Gunungapi Ciremai
Sumber Gambar: Harry Cahyono, et al
Harry Cahyono et al, telah melakukan penelitan terkait mataair panas di Gunungapi Ciremai dengan menganalisis sampel air dari beberapa mataair yang berada pada tubuh gunungapi tersebut. Untuk mengetahui tipe mataair panas (MAP) dilakukan dengan pengolahan data trilinier Cl, SO4, dan HCO3, dan hasilnya diplotkan pada diagram giggenbach seperti gambar di atas. Dari data tersebut dapat kita ketahui bahwa MAP Cipanas Sangkanhurip, MAP Ciniru A dan MAP Ciniru B merupakan mataair panas tipe klorida. Sedangkan MAP Cilengkrang I dan MAP Cilengkrang II berkomposisi perpaduan antara unsur-unsur, Chlorida, Sulfat dan Bikarbonat. Komposisi kimia dalam mataair panas gunungapi, dapat menjadi sebuah petunjuk asal-usul air dan kaitannya dengan aktivitas vulkanik yang terjadi, sekaligus sebagai sidik jari dalam penelitian geokimia yang lebih mendalam.

PERUBAHAN WARNA AIR DI DANAU KAWAH GUNUNGAPI AKTIF

Morfologi tubuh gunungapi aktif, jika diperhatikan, yang memiliki danau kawah di puncaknya, seperti Gunung Dempo di Sumatera Selatan, Gunung Galunggung di Jawa Barat, dan juga Kawah Ijen di Jawa Timur, lubang kepundan (biasanya) tergenangi oleh air dan sangat dimungkinkan memiliki warna yang tidak biasa (berwarna bukan jernih).
Gambar 2. Kawah Ijen, Jawa Timur
Sumber Gambar: http://geomagz.geologi.esdm.go.id/
Danau kawah yang menutup kepundan, akan berdampak pada tertahan dan terlarutnya gas-gas vulkanik dan mineral seperti Chlor, Sulfur, NH3, HCO3. Gas-gas vulkanik dan mineral ini mampu mengubah komposisi kimia air danau kawah menjadi lebih asam. Tingkat keasaman yang berubah dan semakin tinggi mengakibatkan perubahan warna air menjadi sangat mungkin.

BAGAIMANA DENGAN KEMUNCULAN GELEMBUNG GAS PADA DANAU KAWAH?

Pada kondisi lubang kepundan gunungapi aktif yang tertutup oleh danau kawah, gas-gas vulkanik dan mineral yang naik ke permukaan karena tekanan dari dalam kantong magma, ada yang memiliki sifat kelaruratan dalam airnya rendah dan tingkat kelarutan tinggi. Gas yang memiliki kelarutan tinggi terhadap air berdampak pada keasaman dan perubahan warna air danau kawah (Contoh : Kawah Ijen, Jawa Timur), sedangkan yang tidak mudah larut, seperti CO2, CO, H2, dan juga CH4, akan terus menerobos danau kawah hingga permukaaan dalam bentukan gelembung-gelembung gas. Gas-gas vulkan tersebut memiliki daya larut yang kecil terhadap air (dalam hal ini air danau kawah) dan memunculkan bubble (gelembung gas) pada permukaan danau kawah gunungapi aktif.


Sumber Pustaka :

Cahyono, Harry, et al. Penyelidikan Geokimia Gunungapi Ciremai, Jawa Barat. Jurnal. BPPTKG, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Yogyakarta.

Sulistiyo, Yustinus, et al. Penyelidikan Kimia Gunungapi Dempo, Sumatera Selatan, September 2014. Jurnal. BPPTKG, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Yogyakarta.


Share:

Hakekat Geografi - Peta sebagai Identitas

Dimas Prasetyo Nugroho
SMA Negeri 1 Mlati, Kab. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

Bertumpu pada falsafah geografi oleh I Made Sandi, pada medio April-(1988 kalau tidak salah), ketika sarasehan geografi di Unnes Semarang (dahulu IKIP Semarang), menyatakan bahwa geografi merupakan ilmu yang mempelajari simmilirities (persamaan) sekaligus differentiates (perbedaan) ruang muka bumi dalam konteks keruangan. Geografi harus mampu memberikan bekal kepada siapapun yang mempelajarinya, alih-alih sebagai beban. Ruang lingkup geografi yang begitu luas, membentang pada seluruh fenomena geosfer (atmosfer, hidrosfer, litosfer, biosfer, antrophosfer) akan sangat berpotensi secara substansi materi, overlap dengan disiplin ilmu lain.
Bahwa geografi mempelajari tanah, begitupun ilmu tanah mempelajarinya - geografi mempelajari penduduk, ilmu penduduk juga mempelajarinya - geografi mempelajari pasar, ilmu ekonomi juga mempelajarinya - geografi mempelajari air, ilmu hidrologi juga mempelajarinya - geografi mempelajari desa kota, ilmu tata ruang wilayah juga mempelajarinya, geografi mempelajari hewan tumbuhan, ilmu zoologi dan botani juga mempelajarinya, dan sebagainya dan seterusnya - dan "lebih ahli mereka semua dalam disiplin ilmu murninya".

Lalu, dimana posisi Geografi ?

Geografi berdiri diantara semua disiplin ilmu bantunya dalam perspektif "keruangan". Bahwa peta menjadi senjata kerja bagi seorang geograf, dan pembeda dengan disiplin ilmu-ilmu lain dalam sudut pandang spasial. Dan dalam ranah apapun geografi diamalkan, termasuk dalam bidang pendidikan, harus berangkat dari konsp dan esensi geografi yang baku.
Peta 1. Peta Curah Hujan Indonesia 2019 (Thematic Map)
Pemahaman spasial geografi bermula dari peta, dan ini yang membedakan geografi dengan disiplin ilmu lain. Contoh di atas merupakan peta tematik (peta kerja geografi) yang menggambarkan curah hujan Indonesia pada tahun 2019. Dari peta tematik itu, kita mampu menarik sebuah pemikiran dan pemahaman tentang tipe iklim suatu wilayah berdasarkan agihan curah hujannya, mengapa di Sumatra dan Kalimantan terhampar luas Hutan Hujan Tropis, sedangkan di Nusa Tenggara dan Papua membentang luas kenampakan sabana. Apa pengaruh curah hujan terhadap vegetasi dan morfologi wilayah kajian terkait yang sedikit banyak dapat kita sadap dari menginterpretasi dan menarik makna tersirat dari peta (thematic map) yang tersurat tersebut.

Partoso Hadi, menyatakan bahwa "pekerjaan geografi dimulai dari menarik garis". Sejalan dengan I Made Sandi pada falsafah geografinya. Bahwa dari garis itu menjadi region-region tematik tertentu yang memiliki kesamaan karakteristik ruang muka bumi, potensi ruang muka bumi, rona ruang muka bumi, sekaligus juga perbedaannya.

Daftar Rujukan :
Hadi, Partoso (Staf Dosen Geografi UNS). Artikel. Menyemai Kemampuan Berpikir Spasial.



Share:

Suhu Panas Indonesia, Antara Gelombang Panas? Vulkanisme? Ataukah Atmosferik Normal?

Dimas Prasetyo Nugroho
SMA Negeri 1 Mlati, Kab. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

Beberapa waktu terakhir dimulai sebelum tulisan ini dibuat, beberapa diantara kita disibukkan dengan kondisi cuaca yang terasa sangat panas baik pada siang maupun malam hari. Asumsi mulai bermunculan, mulai dari masyarakat umum, praktisi maupun akademisi. Hipotesis awal bahwa fenomena ini disebabkan karena adanya gelombang panas yang melanda Indonesia. Hipotesis kedua bertolak dari aktivitas vulkanik yang meningkat dan berpengaruh terhadap atmosfer kita. Paling kurang dua hipotesis ilmiah itulah yang mendasari dan sering digemakan dan menjadi sebuah keniscayaan (pada sebagian masyarakat kita-Indonesia).

Pertanyaan selanjutnya, apakah kedua hipotesis itu dapat dibuktikan?

Bukan tugas tulisan ini untuk menyatakan benar atau salah. Alih-alih demikian, tulisan ini mencoba memberikan pandangan yang sama sekali berbeda terhadap fenomena cuaca panas di musim pancaroba di Indonesia.
Sumber Gambar : T. Djamaluddin (Kepala LAPAN Republik Indonesia)
Pada gambar grafik di atas, yang diolah oleh T. Djamaluddin dari worldclimate.com, menggambarkan bahwa secara klimatologis, suhu di Indonesia adalah normal. Bahwa cuaca terasa panas pada musim pancaroba (peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau-sekitar bulan April atau Mei, dan musim kemarau ke musim penghujan-sekitar bulan Oktober) adalah fenomena atmosferik yang biasa. Bukan merupakan cuaca ekstrem, ataupun bencana klimatologi yang luar biasa. Fenomena panas di Indonesia adalah fenomena tahunan yang normal seperti yang ditunjukkan data klimatologi di atas.

Lalu, apa yang menyebabkan fenomena panas di beberapa kota Indonesia?

Menurut T. Djamaluddin, Kepala LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) Republik Indonesia, terdapat 3 faktor yang menjadikan beberapa kota Indonesia terasa panas, diantaranya :
1. Posisi matahari berada di atas Indonesia (deklinasi matahari = lintang tempat). Pancaran sinar matahari tegak lurus pada tengah hari, sehingga energi atau insolasi (incoming solar radiation) yang diterima maksimal.
2. Liputan awan masih minim. Saat pancaroba, liputan awan tidak terlalu banyak, sehingga pemanasan permukaan bumi bisa maksimum karena tidak adanya cukup awan yang menyerap, memantulkan, atau menghamburkan energi matahari yang datang.
3. Berhentinya efek pendinginan dari angin yang berasal dari daerah musim dingin. Musim kemarau terjadi efek pendinginan angin dari Australia, dan ketikan musim hujan efek pendinginan berasal dari embusan angin asia. Hal ini dipengaruhi letak matahari pada bulan Desember berada di belahan bumi selatan, dan pada bulan Juni, matahari berada di belahan bumi utara.

Satu faktor lain yang berkontribusi adalah adanya urban hit island (Pulau Panas Perkotaan), dimana semakin tumbuhnya lahan yang sebelumnya belum terbangun menjadi lahan terbangun, penghilangan pepohonan perkotaan, peningkatan industri, peningkatan kendaran berbahan bakar fosil, termasuk aktivitas rumah tangga yang menghaislkan emisi CO2. Akumulasi emisi CO2 di atmosfer akan menghalangi pelepasan energi panas ke angkasa dan meningkatkan suhu permukaan.

Daftar rujukan :









Share:

Selembar Asa Dari Timur Indonesia


Selembar Asa Dari Timur Indonesia
Harapan dan Perjuangan yang Terus Tersemai

Di Penghujung tahun yang indah, dan di ambang pintu awal tahun yang baru - dengan penuh pengharapan dan tantangan, kami memulainya dengan menelisik lembab - basahnya udara pagi di Distrik Terek Subur, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua. Sebuah nama, sebuah cerita, mungkin itulah yang pertama kali tersemat di benak kami, bagaimana begitu banyak kisah dan makna kehidupan yang kami dapatkan di sini, di salah satu surga Bumi Pertiwi ini.


Di tempat, yang mungkin tidak banyak orang mengenalnya, layaknya tak seorangpun tahu keluasan alam semesta kita, kapan bermulanya, dan kapan akan menemui titik akhir masanya. Terek Subur ialah sebuah distrik yang berada di ujung timur Indonesia, yang secara geografis berbatasan darat dengan negara tetangga, Papua Nuginea. Di garis batas antar kedua negara itulah distrik ini berada. Jangan terbayangkan bahwa distrik ini adalah sebuah distrik yang sama dengan distrik-distrik di Jawa, yang biasa kita sebut dengan kecamatan, dan  membawahi beberapa desa serta dusun. Jauh dari itu semua, bahkan, seringkali kita terhanyut akan keadaan dan kondisi ketertinggalannya, di tengah hiruk pikuk pembangunan yang begitu gencar dan masif, di negeri tercinta kita ini.

Full Document, Silahkan Buka File Di Bawah Ini


Share:

Kusuma Jaya Beraksara


Segala yang tidak pernah berubah, adalah perubahan itu sendiri. Kemampuan kita dalam mengerti dan menyelami makna, bergantung pada setiap apa yang kita upayakan. Layaknya “Kusuma Jaya”, yang terus bereksplorasi bahkan berevolusi, dalam tatanannya sebagai ujung tombak Pendidikan Indonesia. Dengan Ujung jari-jemarinya menciptakan pelita, dengan tutur kata maknanya memanusiakan manusia. Literasi menjadi kewajiban, bahkan kebutuhan setiap manusia dalam lingkup Kusuma Jaya. Layaknya tubuh membutuhkan air untuk menghilangkan dahaganya, insan Kusuma Jaya membutuhkan “aksara” untuk menuntaskan segala keingintahuannya.

Link video di bawah ini


Share:

Zona Prisma Akresi Di Barat Sumatra dan Selatan Jawa

Bentukan prisma akresi dikontrol oleh tektonisme lempeng berupa sesar-sesar naik yang pada akhirnya mengangkat sebuah dasar lautan itu sendiri. Pengangkatan (uplifting) terjadi pada pada pulau-pulau bawah laut dan muncul ke permukaan. Prisma akresi terbentuk pada zona subduksi ketika lempengan aktif kerak samudera menghujam ke bawah lempengan aktif kerak benua. Penghujaman lempengan samudera ke bawah lempengan benua ini yang mampu mengangkat sedimen-sedimen bawah laut berupa sea beld terangkat naik hingga muncul ke muka laut.


Full Document, Silahkan Buka File di bawah ini

Share:

4 Zona (Busur Vulkanik) Terbentuknya Gunung Api


Gunung api merupakan lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya cairan magma atau gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Material yang dierupsikan ke permukaan bumi umumnya membentuk kerucut terpancung [1] . Magma yang berada di dalam perut bumi, mampu mencapai permukaan dikarenakan terdapat rekahan-rekahan sebagai efek terusan penghujaman, tumbukan, maupun pemekaran lempengan aktif kerak bumi. Proses-proses tektonisme itulah yang mengawali terbentuknya gunung api di dunia ini, termasuk di Indonesia.




[1] Vulcanologycal Survey of Indonesia, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral



Full Document, Silahkan Buka File di Bawah Ini

Share:

Geomorfologi Kelautan Indonesia

Tatanan geologi kelautan Indonesia sangatlah kompleks, rumit, sekaligus menarik, namun inilah yang menjadikannya sebuah keunikan dalam bagian tatanan geologi kelautan dunia. Paling kurang terdapat tiga lempeng aktif yang berkontribusi dalam tatanan geologi dasar laut Indonesia, lempeng samudera pasifik, lempeng samudera hindia, lempeng benua australia, dan termasuk juga lempeng benua asia. Berangkat dari teori continental drift-nya Wegener (Alfred Wegener, 1912), yang dikembangkan dalam bukunya The Origin of Continents and Oceans (Terbitan 1915), menyatakan bahwa benua-benua yang sekarang ada, dulunya adalah sebuah bentang muka yang bergerak menjauh melepaskan benua-benua dari inti bumi seperti “bongkahan es” dari granit yang bermassa jenis rendah, yang mengambang di atas lautan basalt yang lebih padat. Kemudian disempurnakan oleh Hess (Harry Hess, 1962) dengan teori tektonik lempeng-nya, dimana di dalamnya mengungkapkan adanya Sea Floor Spreading (pemekaran tengah samudera), yang ditandai dengan kemunculan pematang tengah samudera (Mid Oceanic Ridge, MOR).

Gambar 1. Fisiografi Kelautan Indonesia. Sumber gambar (www.mgi.esdm.go.id)

Full Document, Silahkan Buka File Di Bawah ini
 
Share:

Polusi Cahaya (Gelap yang Terlalu Terang)

Sadarkah kita apabila desain pancahayaan yang buruk akan memudarkan malam yang pekat?

Bagi sejumlah jenis kehidupan, malam yang gelap sangat dibutuhkan untuk menjalankan daur biologis mereka, mulai dari berpindah tempat, reproduksi, dan memberi makan keturunan.

Dunia tengah berubah. Dalam kecepatannya yang sangat tinggi, dan kita (manusia) memberikan pembenaran atas sesuatu yang telah diupayakan. Manusia mulai sadar bahwa aktivitas mereka di malam hari, dengan pendar cahaya artifisial yang sengaja mereka ciptakan—telah memberi dampak yang sangat buruk bagi spesies yang hidup di kegelapan malam.

Andaikan manusia mau dengan sukarela menerima kegelapan sebagai suatu hal yang alami, niscaya manusia akan mampu melakukan adaptasi yang luar biasa layaknya makhluk nokturnal lainnya. Manusia memang didesain untuk itu. Manusia memiliki kemampuan itu.

Andaikan manusia sungguh merasa nyaman dengan hanya diterangi cahaya bulan dan bintang-bintang, niscaya kita bakal mampu beraktivitas dalam kegelapan dengan gembira. Namun, masalahnya kita manusia adalah makhluk diurnal, makhluk siang, dengan mata tercipta untuk beradaptasi pada kehidupan di bawah siraman cahaya matahari.Walaupun, sebagian dari kita tidak menganggap dirinya sebagai makhluk diurnal.

Dan pada akhirnya, hanya fakta yang dapat menjelaskan tentang apa yang telah kita lakukan pada sang malam: kita telah merekayasa malam dengan mengisi cahaya ke dalamnya agar malam menerima diri kita.
Sumber gambar : unsplash.com 

Full Document, Silahkan Buka File Di Bawah Ini

Share:

Murid Oemar Bakrie

Diberdayakan oleh Blogger.

About me


Dimas Prasetyo Nugroho

Seseorang yang tidak tahu apa-apa, hanya ingin terus belajar dan sedikit berkarya, semampunya.



Bersahut Ide Bersama Guru Geografi Hebat : Terimakasih LP4TK, Pelatihannya Lagi Dongg ?

Oleh : Paklek Umar Bakrie Transfer of knowledge dalam dimensi pendidikan yang terus dikembangkan ke tataran  scoop construct of knowledge ,...

Cari Blog Ini

Label

Labels

Pages

About

Blogroll

Popular Posts

Label

Recent Posts

Geography Education

  • Physical Geography.
  • Human Geography.
  • Geography Techniques.

Pages

Belajar Geografi

Substansi materi Geografi sangat luas, dengan mempelajarinya, memahami konteks keruangannya, semoga sedikit banyak memberikan kita bekal tentang persamaan sekaligus perbedaan ruang muka bumi sekitar kita, dan mendapatkan manfaat serta menjaganya dengan bijaksana.