Zona Prisma Akresi Di Barat Sumatra dan Selatan Jawa
Bentukan prisma akresi dikontrol oleh tektonisme
lempeng berupa sesar-sesar naik yang pada akhirnya mengangkat sebuah dasar
lautan itu sendiri. Pengangkatan (uplifting)
terjadi pada pada pulau-pulau bawah laut dan muncul ke permukaan. Prisma akresi
terbentuk pada zona subduksi ketika lempengan aktif kerak samudera menghujam ke
bawah lempengan aktif kerak benua. Penghujaman lempengan samudera ke bawah
lempengan benua ini yang mampu mengangkat sedimen-sedimen bawah laut berupa sea beld terangkat naik hingga muncul ke
muka laut.
Full Document, Silahkan Buka File di bawah ini
4 Zona (Busur Vulkanik) Terbentuknya Gunung Api
Gunung
api merupakan lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya
cairan magma atau gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Material yang
dierupsikan ke permukaan bumi umumnya membentuk kerucut terpancung [1]
. Magma yang berada di dalam perut bumi, mampu mencapai permukaan dikarenakan
terdapat rekahan-rekahan sebagai efek terusan penghujaman, tumbukan, maupun
pemekaran lempengan aktif kerak bumi. Proses-proses tektonisme itulah yang mengawali
terbentuknya gunung api di dunia ini, termasuk di Indonesia.
Full Document, Silahkan Buka File di Bawah Ini
Geomorfologi Kelautan Indonesia
Tatanan geologi kelautan Indonesia sangatlah kompleks, rumit, sekaligus menarik, namun inilah yang menjadikannya sebuah keunikan dalam bagian tatanan geologi kelautan dunia. Paling kurang terdapat tiga lempeng aktif yang berkontribusi dalam tatanan geologi dasar laut Indonesia, lempeng samudera pasifik, lempeng samudera hindia, lempeng benua australia, dan termasuk juga lempeng benua asia. Berangkat dari teori continental drift-nya Wegener (Alfred Wegener, 1912), yang dikembangkan dalam bukunya The Origin of Continents and Oceans (Terbitan 1915), menyatakan bahwa benua-benua yang sekarang ada, dulunya adalah sebuah bentang muka yang bergerak menjauh melepaskan benua-benua dari inti bumi seperti “bongkahan es” dari granit yang bermassa jenis rendah, yang mengambang di atas lautan basalt yang lebih padat. Kemudian disempurnakan oleh Hess (Harry Hess, 1962) dengan teori tektonik lempeng-nya, dimana di dalamnya mengungkapkan adanya Sea Floor Spreading (pemekaran tengah samudera), yang ditandai dengan kemunculan pematang tengah samudera (Mid Oceanic Ridge, MOR).
Gambar
1. Fisiografi Kelautan Indonesia. Sumber
gambar (www.mgi.esdm.go.id)
Full Document, Silahkan Buka File Di Bawah ini
Polusi Cahaya (Gelap yang Terlalu Terang)
Sadarkah kita apabila desain
pancahayaan yang buruk akan memudarkan malam yang pekat?
Bagi sejumlah jenis kehidupan, malam yang gelap
sangat dibutuhkan untuk menjalankan daur biologis mereka, mulai dari berpindah
tempat, reproduksi, dan memberi makan keturunan.
Dunia tengah berubah. Dalam
kecepatannya yang sangat tinggi, dan kita (manusia) memberikan pembenaran atas
sesuatu yang telah diupayakan. Manusia mulai sadar bahwa aktivitas mereka di
malam hari, dengan pendar cahaya artifisial yang sengaja mereka ciptakan—telah
memberi dampak yang sangat buruk bagi spesies yang hidup di kegelapan malam.
Andaikan manusia mau dengan sukarela menerima kegelapan
sebagai suatu hal yang alami, niscaya manusia akan mampu melakukan adaptasi
yang luar biasa layaknya makhluk nokturnal lainnya. Manusia memang didesain
untuk itu. Manusia memiliki kemampuan itu.
Andaikan
manusia sungguh merasa nyaman dengan
hanya diterangi cahaya bulan dan bintang-bintang, niscaya kita bakal mampu
beraktivitas dalam kegelapan dengan gembira. Namun, masalahnya kita manusia
adalah makhluk diurnal, makhluk siang, dengan mata tercipta untuk beradaptasi
pada kehidupan di bawah siraman cahaya matahari.Walaupun, sebagian dari kita
tidak menganggap dirinya sebagai makhluk diurnal.
Dan pada akhirnya, hanya fakta yang dapat menjelaskan
tentang apa yang telah kita lakukan pada sang malam: kita telah merekayasa
malam dengan mengisi cahaya ke dalamnya agar malam menerima diri kita.
Sumber gambar : unsplash.com
Full Document, Silahkan Buka File Di Bawah Ini